Home » » Prahara Cinta Sang Kelana 2

Prahara Cinta Sang Kelana 2

Pohon Rukem itu terletak di ujung jalan desa. Berdiri tegar sejak puluhan tahun yang lalu. Batangnya besar, tinggi menjulang dengan ranting-ranting dipenuhi daun dan buah Rukem. Di malam hari, bayangan pohon itu laksana raksasa yang berdiri hendak merengkuh rembulan.

Di bawah pohon rukem itu, sebatang rokok yang dileleti candu hitam tegak berdiri di selah-selah akarnya, terbakar dengan perlahan.

Asapnya mengepul  bergulung-gulung diterpa angin, menyebarkan wangi aroma cendana, seolah mengundang penghuni yang kasat mata untuk menampakkan diri.


Beberapa langkah dari pohon itu, tampak seorang lelaki muda sedang duduk beralaskan akar dan menyandarkan tubuhnya di batang pohon. Gelapnya malam, rimbunnya semak belukar dan riuh suara jangkrik tidak membuatnya bergeming.

Sambil menatap bayangan pepohonan, lamunannya perlahan terbang diiringi hembusan asap rokoknya.

Dalam lamunannya, ada seorang lelaki muda menggandeng dua orang gadis cantik, satu di sebelah kiri, satunya lagi di sebelah kanan. Mereka berjalan bergandengan tangan penuh kemesraan, saling menggoda, saling merayu dan berkasih-kasihan.

gambar prahara cinta2
Dua gadis itu ditempatkan terpisah, di pondok-pondok mungil diatas sebuah bukit. Bergantian lelaki itu mendatangi pondok-pondok itu, habis dari pondok yang satu ke pondok satunya lagi.

Suatu ketika, karena kelelahan, lelaki itu lupa mengunjungi salah satu pondok, maka gadis cantik penghuni pondok yang lupa dikunjungi menjadi marah. Dia melabrak gadis satunya, terjadi pertengkaran sampai berujung perkelahian. Lelaki itu melerainya dan mendamaikan mereka.

Namun kejadian itu berulang lagi, lagi dan lagi. Lelaki itu menjadi sedih lalu mengurung diri.

"Ehm .. Ehm .. Kapan datang Ngger?" Tanya sosok yang baru datang.

Tergagap mendengar suara, lamunan lelaki muda itu buyar dan kesadarannya kembali utuh.

"Eh, tadi pagi Mbah. Besok saya akan kembali ke Jakarta, sehingga malam ini saya sempatkan datang kemari." Jawab Brodin.

"Terima kasih masih ingat sama saya."

"Ada masalah apa Ngger, sehingga mendadak datang ke desa ini?" Tanya Mbah Gondo Rukem, sang tuan rumah.

"Menjenguk Anggraeni, Mbah. Sigit mengajak saya untuk menengok adiknya yang sedang sakit asmara."

Brodin lalu menceritakan tentang penyakit yang di derita Anggraeni, permasalahan yang tengah dihadapinya, tentang Fatimah dan Anggraeni serta kelanjutan hubungan dengan mereka.

"Pantaskah kalau Anggraeni saya jadikan istri kedua saya?"

Mbah Gondo diam sebentar.

"Anaknya mau?"

Brodin mengangguk.

"Saya takut dia bertambah parah sakitnya jika saya mengabaikannya. Saya sudah berterus terang kepadanya kalau sudah punya pacar dan akan segera menikah. Saat saya menawarkan pilihan untuk berbagi, dia menyanggupi."

"Sekarang saya bingung tentang bagaimana caranya memberi pengertian kepada Fatimah agar mau menerima kondisi ini? Sehingga ia tidak merasa dibohongi." Lanjut Brodin.

"Mintalah petunjuk kepada Tuhan Sang Pencipta, jika perlu lakukan puasa sampai petunjukNya datang kepadamu." Jawab Mbah Gondo.

"Baik Mbah. Omong-omong Mbah ini Genderuwo tapi terkadang lebih bijaksana daripada manusia." Kata Brodin menggoda.

"Kebetulan saja, sekarang lagi muncul baiknya, coba kalau sudah kumat isengnya." Jawab Mbah Gondo.

"Baik Mbah, saya mohon pamit, besok saya akan kembali ke Jakarta."

"Hati-hati di jalan, dan jangan suka memegang atau menyentuh wanita meskipun hanya tangannya saja."

"Kenapa Mbah?"

"Nanti, kamu akan tahu sendiri apa yang menjadi penyebabnya. Sekarang pulanglah dulu, Anggraeni dan keluarganya sedang mencarimu."

Brodin bergegas kembali ke rumah Sigit, menyusuri jalan pedesaan yang sepi.

"Darimana Din?" Tanya Sigit ketika melihatnya memasuki pelataran rumah.

"Jalan-jalan Mas, sampai ke ujung desa lalu istirahat dibawah pohon rukem yang besar."

"Wah, sembrono kamu, lain kali jangan ke tempat itu. Tempat itu angker, ada penunggunya."

"Lebih angker mana penunggunya dibanding saya? Justru penunggunya yang akan ketakutan jika melihat wajah saya." Jawab Brodin sambil tersenyum.

"Raimu, kalau dikasih tahu orang tua ngeyel." Kata Sigit sewot. Brodin hanya nyengir.

Mendengar suara Brodin, Anggraeni keluar menemui.

"Mas, mari makan dulu. Bapak, Ibu dan Mas Sigit sudah makan duluan." Ajak Anggraeni.

Mereka makan berduaan, Anggraeni dengan penuh kasih sayang melayani Brodin. Memberikan piring, menyajikan makanan dilakukannya seolah mereka sudah menjadi suami - istri.

Brodin menjadi serba salah.

Dua orang gadis yang sama-sama cantik dengan kepribadian yang jauh berbeda. Fatimah adalah sosok gadis kota dengan kepribadian terbuka, lugas dan keras sementara Anggraeni seorang gadis desa yang terikat norma-norma, lemah lembut, santun tapi tertutup.

Pada dasarnya Brodin menyukai keterbukaan, layaknya karakter orang-orang di kampungnya, namun pada sisi yang lain, ia mendambakan kelembutan.

Habis makan, mereka berdua bercengkerama di beranda rumah.
"Kapan selesai kuliahnya Dik?"
"Tinggal skripsi saja Mas, mudah-mudahan semester ini selesai."
"Rencananya setelah selesai kuliah mau kemana?"
"Maunya pindah ke Yogya, tapi Bapak sama Ibu tidak mengijinkan, saya disuruh cari kerja di Temanggung saja biar setiap hari bisa pulang ke Parakan."

Brodin diam, entah bagaimana, ia kehabisan bahan pembicaraan.

"Kapan rencana pernikahan di Jakarta?" Tanya Anggraeni.

"Rencananya akhir bulan ini." Ragu-ragu Brodin menjawab.

"Bagaimana dengan pernikahan kita?" Kembali Anggraeni bertanya. Mengusik kembali masalah yang sedapat mungkin dihindari Brodin untuk dibicarakan.

Brodin bingung.

"Ah, Eh, sebaiknya kamu selesaikan kuliahmu dulu, lalu kita menikah."

"Mas Brodin tidak akan ingkar kan?"

"Justru saya memberi kesempatan kepadamu untuk berfikir lebih matang tentang keputusanmu. Wanita mana yang mau dimadu?"

"Kamu cantik dan pandai, pasti akan banyak lelaki yang ingin menjadi suamimu. Kamu tinggal memilih mana yang terbaik untukmu. Kenapa harus memilih lelaki yang sudah beristri?" Lanjut Brodin.

Anggraeni diam, matanya berkaca-kaca.

"Andai saja saya bisa memilih yang lain, yang ada di hatiku hanya kamu, Mas."

"Baiklah, saya tidak akan ingkar janji, tapi jika dalam masa itu kamu sudah menemukan lelaki lain, saya rela melepaskan demi kebahagiaanmu."

"Mas Brodin tidak mencintai saya?"

"Mudah mengatakan cinta, tapi kalau pada akhirnya tidak membawa kebahagiaan buat kita berdua, apakah itu cinta yang kamu inginkan?"

"Setiap orang yang menikah menginginkan rumah tangga yang utuh, bahagia, dan rukun selamanya. Bagaimana dengan kita?"

"Jangan karena emosi, kita mengambil keputusan yang salah. Kita masih muda, masih panjang jalan yang harus kita tempuh, jangan sampai salah melangkah yang berujung penyesalan."

Banyak nasehat yang diberikan Brodin kepada Anggraeni agar merubah pendiriannya lalu berfikir lebih matang sebelum mengambil keputusan. Namun Anggraeni masih bersikukuh dengan keputusannya.

Brodin hanya bisa pasrah.

Baca Juga : Prahara Cinta Sang Kelana
Prahara Cinta Sang Kelana 3, Pernikahan Sang Kelana

0 komentar:

Posting Komentar