Home » » Mimpi dan Hari Raya Qurban

Mimpi dan Hari Raya Qurban

Mimpi dan Hari Raya Qurban – Dua hari lagi adalah Hari Raya Iedhul Adha atau biasa disebut sebagai Hari Raya Qurban. Pada hari itu, umat Islam yang mempunyai kemampuan finansial lebih, membeli hewan ternak seperti kambing, sapi dan kerbau sebagai kurban kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada saudara-saudaranya yang kurang beruntung. Sehingga semua umat Islam pada hari itu, bersuka cita, saling berbagi dan saling merasakan daging kurban.
Nabi Ibrahim, Mimpi dan Hari Raya Qurban

Kebiasaan berkorban ini berlangsung dari tahun ke tahun dilakukan oleh seluruh umat muslim di seluruh penjuru dunia, untuk meneladani perbuatan Nabi Ibrahim. Dan, kita semua mengetahui bahwa kebiasaan berkurban tersebut berawal dari sebuah mimpi.


Menurut Wikipedia, Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep). Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi.

Bagi sebagian besar orang, menganggap bahwa mimpi hanyalah bunga tidur. Sedangkan bagi masyarakat Jawa, mimpi dikelompokkan dalam tiga golongan berdasarkan waktu orang itu bermimpi yaitu titiyoni, gondoyoni dan puspatajem. Golongan yang ketiga yaitu puspotajem diyakini sebagai petunjuk atau ilham dari Tuhan, karena waktu bermimpinya sudah mendekati ujung malam atau tiga perempat dari malam, dimana pikiran manusia sudah mengendap sehingga petunjuk Tuhan lebih mudah tersampaikan.

Dalam Al Qur’an, hal ihwal mimpi ini dijelaskan dalam Surah Al-Israa ayat 60, sebagai berikut.

Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia.” Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka. (QS. Al-Israa : 60)

Mimpi erat sekali hubungannya dengan keimanan seseorang. Mimpi yang merupakan petunjuk atau ilham bagi manusia adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Untuk menjadi kenyataan atau mewujudkan mimpi dibutuhkan keimanan mutlak kepada sang pemberi mimpi yaitu Tuhan Semesta Alam.

Konon, para raja di tanah Jawa, sangat mempercayai sebuah mimpi yang dianggap sebagai petunjuk atau pertanda (sasmita) dari Tuhan, sehingga seorang raja biasanya memiliki pujangga-pujangga yang bertugas menjadi penasehat raja  termasuk menafsirkan mimpi sang raja.

Seorang pujangga adalah orang-orang pilihan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan spiritual yang mumpuni, jika tidak, resiko yang akan diterimanya sangat besar yaitu hukuman penggal kepala. Termasuk, jika sang Pujangga melakukan kesalahan dalam menafsirkan mimpi sang raja, maka lehernya akan dipenggal. Karena Pujangga menurut bahasa Jawa mempunyai arti pucuk jangga atau penggal kepala.

Demikian juga pada jaman Nabi Ibrahim, Raja Namrud, adalah seorang Raja yang mempercayai arti sebuah mimpi.

Sebelum Ibrahim lahir, raja Namrud pernah bermimpi melihat seorang anak lelaki melompat masuk ke dalam kamarnya lalu merampas mahkota dan menghancurkannya. Karena kepercayaannya akan kebenaran mimpinya, esok harinya ia memanggil Juru Ramal dan Juru Tafsir untuk menerjemahkan arti mimpinya itu. Menurut Juru Ramalnya, anak laki-laki dalam mimpi sang raja itu kelak akan meruntuhkan kekuasaan sang raja.

Tentu saja raja Namrud murka. Ia lalu memerintahkan kepada para prajuritnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang baru saja lahir, tanpa pandang bulu. Maka, terjadi kegemparan di negeri itu, dan hal itu berlangsung lama sampai raja Namrud merasa tenang kembali.

Untungnya, ketika Ibrahim lahir, kedua orang tuanya bersembunyi di dalam gua yang tersembunyi. Sehingga Ibrahim selamat. Namun, sejak bayi hingga menginjak remaja Ibrahim tumbuh-besar di dalam gua dan tidak pernah melihat dunia luar.

Setelah melewati berbagai proses kehidupan dalam mencari Tuhan, akhirnya Ibrahim menemukan Tuhan yang sejati dan Ibrahim diangkat sebagai Nabi.

Mimpi Nabi Ibrahim
Suatu malam, Nabi Ibrahim memperoleh mimpi untuk menyembelih anaknya, Ismail. Sejenak, terjadi pertentangan di hati Nabi Ibrahim.

Kenapa harus menyembelih anaknya Ismail? Anak yang sangat diharapkan kehadirannya, disayanginya, dan diharapkan menjadi pewaris dan penyambung kelangsungan keturunannya.

Kenapa bukan hal lain?

Bagi seorang manusia  ini adalah ujian yang maha berat. Namun Ibrahim adalah seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya. Taat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Maka, ia memutuskan untuk melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya dan menerima resiko apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.

Sebelum melaksanakan perintah itu, Nabi Ibrahim membicarakan perihal mimpinya kepada Ismail anaknya.
Nabi Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ashshaaffaat: 102)

Nabi Ismail sebagai anak yang soleh, taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya, " Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya.”

Nabi Ibrahim sangat terharu, maka dipeluknya Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata:" Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."

Maka, Nabi Ibrahim semakin mantap melaksanakan perintah di dalam mimpinya.

Diikatnya kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkan di atas lantai, lalu diambilnya parang tajam yang sudah tersedia. Sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim bercucuran air mata saat memandang wajah puteranya dan parang mengkilap di tangannya. Terjadi pertentangan antara perasaan seorang ayah dan kewajiban seorang rasul.

Akhirnya dengan memejamkan matanya, Nabi Ibrahim menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Akan tetapi terjadi keajaiban, parang yang sudah di asah sedemikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Allah menguji sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu.

Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan. Bahkan ketika merasa bahwa parang itu tidak dapat memotong lehernya, Nabi Ismail berkata kepada ayahnya: " Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku."

Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya: " Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan."

Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail yang telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya.

Dan inilah, asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap Hari Raya Iedhul Adha di seluruh pelosok dunia.

0 komentar:

Posting Komentar