Sarip Tambak Oso
Kerikil Kecil Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Kisah Sarip Tambak Oso adalah kisah yang sering dimainkan dalam kesenian Ludruk, kesenian khas Jawa Timuran. Sewaktu saya masih Sekolah Dasar, Ludruk menjadi salah satu hiburan bagi masyarakat, karena pada jaman itu televisi merupakan barang mewah dan hanya orang-orang kaya yang memilikinya. Dan, lakon Sarip Tambak Oso adalah lakon yang menjadi kesukaan saya.Setiap orang Sidoarjo, Jawa Timur, pasti mengenal cerita Sarip karena cerita ini memang berasal dari sana. Tambak Oso adalah salah satu desa di Sidoarjo.
Baca Juga :
- 10 Asal-usul Nama Kota di Jawa Timur
- Surga Dibawah Telapak Kaki Ibu
- Kisah Malin Kundang Anak Durhaka
Kisah ini terjadi ketika Belanda dengan kompeninya masih menjajah ibu pertiwi, tidak ada catatan tahun sejarah peristiwa perlawanan Sarip Tambak Oso terhadap kompeni Belanda karena mungkin tokoh Sarip hanyalah “kerikil-kerikil kecil” sejarah bangsa Indonesia dalam melawan Belanda.
SARIP TAMBAK OSO adalah nama pemuda kampung yang tinggal di wetan (timur) sungai Sedati Sidoarjo. Dia dikenal sebagai seorang pendekar yang bertemperamen kasar tetapi sangat perhatian pada penderitaan orang-orang miskin yang menjadi korban pemungutan pajak oleh Belanda.
Sarip Tambak Oso memiliki ikatan batin yang kuat dengan ibunya, seorang janda tua yang miskin. Karena ketika masih kecil Sarip Tambak Oso memakan “lemah abang” (Tanah Merah) bersama ibunya. Lemah Abang tersebut adalah pemberian ayahnya, yang berkasiat,
”Selama ibunya masih hidup, Sarip tidak akan pernah bisa mati meski dia terbunuh 1000x dalam sehari “.
Sarip memiliki paman dari jalur ayahnya, dimana dia telah mengambil harta warisan berupa tambak peninggalan ayah Sarip untuk dimanfaatkan sendiri.
Suatu hari datang lurah Gedangan dan kompeni Belanda kerumah Sarip dengan maksud ingin menarik pajak tambak pada ibunya Sarip. Karena tambak yang dikelolah paman Sarip adalah atas nama Ayahnya Sarip.
Sarip ketika itu tidak ada dirumah sehingga tidak mengetahui peristiwa tersebut. Lurah Gedangan dibantu kompeni Belanda meminta paksa pajak tanah pada ibunya Sarip yang tidak mampu membayarnya. Ibunya Sarip dihajar, dipukul dan ditendang oleh lurah Gedangan dibantu oleh kompeni Belanda.
Ibunya Sarip yang sudah tua rentah menangis dan merintih memanggil-manggil Sarip yang tidak ada di rumah waktu itu
”Sariip reneoh leh..mbokmu dihajar londo le..Sarriiipp “
Sarip yang ketika itu tidak berada dirumah seolah mendengar rintihan ibunya dan dengan ilmu kesaktiannya segera kembali kerumahnya dan menemukan Ibunya sedang dianiaya oleh lurah Gedangan dan kompeni Belanda. Segera dicabutnya pisau yang selalu terselip dipinggang dan dibunuhnya lurah Gedangan dan sebagian kompeni Belanda,sisanya melarikan diri. Sejak saat itu Sarip Tambak Oso menjadi buronan kompeni Belanda.
Suatu hari Sarip mendatangi pamannya yang telah mengambil tanah tambak peninggalan orang tuanya, tetapi tidak diberikan oleh pamannya sehingga terjadi perkelahian antara Sarip dengan Pamannya. Karena merasa terdesak dan kalah, pamannya melarikan diri menuju kulon kali Sedati menemui salah satu pendekar yang bernama Paidi.
Paidi adalah pendekar kulon (Barat) kali Sedati yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang karena ia berprofesi sebagai kusir delman. Paidi senang pada putri pamannya Sarip yang bernama Saropah sehingga ia mau membantu pamannya Sarip.
Paidi akhirnya pergi mendatangi Sarip dengan maksud untuk menuntut balas perlakuan Sarip pada pamannnya. Sarip dan Paidi akhirnya bertemu ditepi sungai Sedati, mereka akhirnya berkelahi dengan ilmu kesaktiannya. Sarip kalah dan terbunuh, jasadnya dibuang oleh Paidi ke sungai Sedati.
Ketika itu ibunya Sarip sedang mencuci pakaian di sungai Sedati, melihat air sungai berwarna merah darah maka ibunya Sarip mencari sumbernya dan betapa terkejutnya karena ternyata sumber warna merah sungai Sedati adalah warna darah dari darah anaknya dan seketika itu juga ibunya menjerit,
”Sariiip..tangio leh..durung wayahe awakmu mati..”
Dan seketika itu juga Sarip bangkit dari kematiannya seperti orang bangun dari tidur. Oleh ibunya, Sarip diperintahkan untuk sementara waktu menyingkir dari kampungnya dan tinggal diujung kampung. Sarip pun mencari Paidi kembali dan bertarung dimana kali ini Paidi kalah dan terbunuh oleh Sarip.
Sebagai buronan Belanda, Sarip sering merampok rumah-rumah tuan tanah Belanda dan orang kaya yang menjadi antek-antek Belanda, dimana hasil rampokannya ia bagikan pada rakyat miskin yang ada didaerahnya. Belanda merasa kewalahan dengan sepak terjang Sarip yang semakin berani melawan Belanda.
Belanda pun menyewa pendekar-pendekar untuk melawan Sarip, tapi tidak ada yang bisa mengalahkannya karena setiap Sarip mati pasti dia akan hidup kembali dan berulang-ulang terjadi. Belanda pun mencar tahu apa gerangan yang menjadi rahasia kehebatan Sarip sehingga bisa hidup berulang-ulang setiap dia mati.
Akhirnya Belanda dapat mengetahui rahasia kelemahan Sarip dari pamannya yang merupakan saudara seperguruan ayahnya Sarip bahwa letak kesaktiannya Sarip ada di ibunya. Belanda akhirnya menangkap ibunya Sarip dan menembaknya. Sarip pun terdesak dan akhirnya tertangkap oleh Belanda.
Oleh Belanda Sarip dijatuhi hukuman mati dengan dikubur hidup-hidup dalam sumur dan ditutupi batu dan tanah oleh Belanda. Begitulah kisah Sarip Tambak Oso seorang pemuda pendekar Sidoarjo yang gugur melawan Belanda.
Politik Devide Et Impera atau politik Adu Domba pada masa penjajahan sudah diterapkan Belanda untuk meredam perlawanan Rakyat Indonesia. Sekarang bangsa Indonesia sudah merdeka, masih kah kita mau di adu domba?
Atikel Lainnya :
- Kisah 3x Hampir Tersambar Petir
- Kisah Sawunggaling Mencari Cinta
- Kisah Sarip Tambak Oso : Kerikil Kecil Sejarah Perjuangan
0 komentar:
Posting Komentar