Home » » Prahara Cinta Sang Kelana 3

Prahara Cinta Sang Kelana 3

Jam 4 sore, bus itu melenggang meninggalkan kota Magelang menuju kota Jakarta. Melewati jalanan lurus dan berkelok dengan tenang, sang sopir bus nampak riang. Mengendarai busnya sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti syair lagu yang mengalun dari sebuah tape recorder. Para penumpang hanyut dalam keceriaan itu, mereka ikut bersenandung, bergumam atau sekedar menggerakkan jari tangan atau anggota tubuh lainnya mengikuti irama lagu.

Di bangku paling belakang, seorang pemuda justru sedang dalam kebingungan. Ia kembali ke Jakarta dengan membawa masalah yang cukup pelik.  Seiring perjalanan bus, pikiran dan angan-angannya menjelajah kembali ke masa silam, masa-masa kuliah yang kata orang masa yang indah. Namun baginya masa itu hanya masa yang penuh perjuangan dan kepahitan.

gambar prahara cinta3


Berjuang untuk segera menyelesaikan kuliah dan harus menerima pahitnya perasaaan ditolak wanita yang ditaksirnya. Patah satu tumbuh seribu, kata pepatah. Namun sebanyak ia menaksir gadis, sebanyak itu pula ia ditolak.

Berbagai alasan mereka sampaikan untuk menolaknya, mulai dari yang sudah punya kekasih, orang tuanya tidak setuju, belum waktunya pacaran dan mau serius belajar serta hanya mengajak berteman saja.

Kata teman-teman dan orang-orang yang dikenalnya wajahnya cukup tampan, mirip penyanyi Ikang Fauzi atau Aktor Rico Tampatty dan kadang-kadang mirip Basuki Srimulat. Namun pujian itu tidak membuatnya memiliki seorang kekasih. Mungkin latar belakang, kondisi ekonomi, daerah tempat tinggalya serta asal-usulnya yang tidak jelas, membuat gadis-gadis menghindarinya. Sungguh sedih saat mengenangnya.

Namun sekarang ini,dua orang gadis cantik ingin menjadi istrinya, bahkan salah seorang rela dimadu.

Jika hanya menuruti hasrat dan nafsunya saja maka dua-duanya akan ia jadikan istrinya. Bak sebuah perusahaan yang memiliki kantor pusat dan kantor cabang dimana-mana. Namun, pikirannya masih bersih sehingga dibuangnya jauh-jauh pikiran itu. Ia harus menentukan dan memilih salah satu di antara dua orang gadis itu.

Ia tergagap dan sadar dari lamunannya ketika merasakan sebuah tepukan dibahunya.

"Dari tadi melamun saja." kata Sigit yang duduk di bangku sebelahnya.

"Ya Mas, saya bingung menghadapi permasalahan ini. Saya sudah berterus-terang kepada Anggraeni, kalo saya sudah punya pacar dan akan menikah, tapi dia bersikukuh dan mau menerima saya meskipun harus dimadu." Jawab Brodin.

Sigit terperanjat, ia tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini.Sigit menyesal, jika sejak dulu dia memberi ijin kepada Brodin untuk menjalin hubungan dengan adiknya, maka kejadian ini tidak akan terjadi.

"Kalau Mas Sigit berada pada posisi saya, apa yang sampean lakukan?"

Sigit diam membisu.

“Kondisi seperti ini yang sedang saya alami, harus memilih salah satu atau dua-duanya.”

“Maafkan saya Din, sudah membuatmu susah.” Kata Sigit.
“Nasi sudah menjadi bubur Mas, tinggal bagaimana kita menghadapinya. Sudahlah saya mengantuk.” Jawab Brodin sambil memejamkan matanya.

Keesokan harinya Brodin dan Sigit sudah sampai di Jakarta. Sigit bergegas menuju kantornya, sementara Brodin berjalan-jalan ke Blok M. Ada rasa khawatir jika ia cepat pulang ke Pasar Minggu.

Malam hari, ia pulang ke Pasar Minggu, dengan mengendap-endap ia menuju kamarnya. Namun alangkah terkejutnya ketika dilihatnya Fatimah sudah berdiri berkacak pinggang menghadangnya.

"Darimana saja Bang? Pergi tanpa pamit, membuat orang jadi kebingungan saja." Kata Fatimah marah, nada suaranya melengking tinggi membuat Brodin merinding.

"Ampun Nona, kemarin saat saya mau berpamitan, Nona Fatimah sedang tidur lelap, saya tidak tega untuk membangunkan, jadi saya tinggal pergi begitu saja." Jawab Brodin.

"Alasan yang tidak masuk akal."

"Aduh .. Aduh.." Sebuah cubitan mengenai perut Brodin disusul dengan cubitan berikutnya, Brodin berlari menghindar tapi Fatimah memburunya. Brodin berlari, Fatimah mengejar, terjadi kejar-kejaran. Brodin sembunyi, Fatimah mencari. Mereka berhenti ketika Nyak Fatimah keluar karena suara ribut mereka.

"Kalian ini seperti anak kecil saja, malam-malam begini main kejar-kejaran. Ayo masuk."

"Awas besok, akan saya ikat di pohon rambutan biar tidak pergi kemana-mana lagi!!" Ancam Fatimah. Brodin menjulurkan lidahnya, mengejek. Fatimah mengejar, Brodin sembunyi di belakang Nyaknya. Akhirnya Fatimah dijewer sama Nyaknya dibawa masuk ke rumah.

"Baru masalah kecil begini, marahnya sudah seperti itu, bagaimana dengan masalah Anggraeni?" Batin Brodin.

"Wanita mana yang mau dimadu? Tapi kalau wanitanya yang mau, bagaimana? Entahlah, pusing aku memikirkannya."

Keesokan harinya, Brodin bolos kerja.

Seharian ia tidur dan bermalas-malasan, lupa sarapan, lupa makan siang dan makan malam. Ia berharap Fatimah mengantarkan makanan untuknya, tapi sampai jam 10 malam ia menunggu, Fatimah tidak muncul juga. Karena lapar, jam 12 malam ia keluar, makan indomie rebus 24 jam di pinggir jalan.

Keesokan harinya, ia sudah siap-siap berangkat kerja, biasanya Fatimah memanggil untuk sarapan, tapi sampai waktunya berangkat Fatimah tidak datang juga. Brodin berangkat kerja dengan perut kosong.

"Ada apa dengan Fatimah dan keluarganya? Apakah dia masih marah? Nanti malam saja saya tanyakan apa penyebabnya."

Malam harinya ia mondar-mandir di depan pintu rumah induk, berharap ada yang memanggilnya untuk makan malam. Tapi sampai pegel kakinya, tidak seorangpun yang memanggilnya. Akhirnya ia makan diluar.

Esok harinya, kejadian itu terulang lagi, lagi, dan lagi. Sampai hampir satu minggu lamanya.  Brodin kehilangan kesabarannya.

Dikemasi barang-barangnya lalu berkemas untuk kembali ke Mampang. Ia menulis surat buat Fatimah dan keluarganya, maksudnya mau diberikan langsung kepada Fatimah tapi orangnya tidak ada, sehingga surat itu ditinggalkan di depan pintu, lalu ia pergi.

Seminggu telah berlalu, tidak ada kabar apa pun dari Fatimah, padahal kurang dua minggu lagi rencana pernikahan mereka.

Brodin kebingungan menghadapi situasi seperti ini. Bolak-balik ia pergi ke rumah Fatimah untuk menjernihkan situasi, namun ketika ia datang tidak ada satu pun keluarga Fatimah yang mau menemuinya. Akhirnya Brodin menyerah.

"Kalau caranya begini, ya mau apa lagi."

Dalam kebingungannya Brodin teringat nasehat Mbah Gondo untuk menjalankan tirakat puasa. Puasa yang dipilih adalah puasa 'mutih', puasa yang dijalankan oleh kebanyakan masyarakat Jawa.

Selama masa puasanya, setiap malam, ia menjalankan sholat Istikharah dan menyerahkan masalah jodohnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Duh Gusti Allah, hamba tidak berdaya memilih jodoh hamba, Engkau lah yang Maha Kuasa, hamba pasrah dalam kehendakMu."

Tiga hari belum ada tanda-tanda, ia melanjutkan puasanya sampai tujuh hari lagi, hingga suatu malam dalam tidurnya ia bermimpi.

Dalam mimpinya, seorang lelaki mengenakan cincin bermata hitam di jari manisnya sedang dikerumuni oleh gadis-gadis cantik. Gadis-gadis itu berebut melayaninya, membuatkan makanan dan minuman, menyuapi sampai melayani di tempat tidur.

Namun wajah lelaki itu terlihat murung, dia merasa bosan dan ingin sendiri. Lalu satu per satu gadis-gadis itu diusirnya pergi, dengan menggosok-gosok cincinnya, maka gadis-gadis itu hilang satu per satu.

Tergagap dalam mimpinya, Brodin bangun. Berusaha menerka apa makna mimpinya, namun buntu sehingga ia berusaha menerima apa yang akan terjadi.

Keesokan harinya, ketika hendak berangkat kerja di depan pintunya ada secarik kertas, dibukanya lalu dibacanya.

"Temui aku ditempat pertama kali kita bertemu. Fatimah."

Setelah minta ijin kepada atasannya, jam 10 pagi Brodin meninggalkan pekerjaannya untuk menemui Fatimah.

Warung waralaba itu masih sepi, di tempat ini, mereka pertama kali bertemu dan merajut janji. Sekarang dibangku yang sama, Fatimah duduk menantinya. Wajahnya yang ayu tersaput mendung, kelam, penuh kesedihan.

Saat Brodin datang, dia hanya mengangguk tanpa senyum, dingin.

"Ada apa Non? Kenapa jadi begini hubungan kita? Apa salahku?" Tanya Brodin pelan.

"Siapa Anggraeni, katanya Abang berjanji akan menikahinya?"

"Siapa yang bilang?"

"Sigit, kakak kandungya, teman Abang."

Jantung Brodin tersentak seperti di aliri stroom 220 volt, sehingga sesaat lidahnya menjadi kelu.

"Aduh, kenapa sigit cerita?" Batin Brodin.

"Kalau memang benar, saya tidak mau dimadu, lebih baik kita berpisah saja. Babe dan Nyak juga marah."

Brodin diam terpaku. Bayangan kemesraan dan kebahagiaannya bersama Fatimah selama ini  lenyap perlahan disapu angin prahara.

"Kalau saya bicara jujur apakah kamu percaya? Atau kamu lebih percaya pada cerita orang lain?" Tanya Brodin.

"Kalau kamu lebih percaya cerita atau omongan orang lain, maka saya terima permintaanmu, memang sebaiknya kamu menikah dengan orang lain saja. Jangan cari saya lagi!" Kata Brodin marah sambil meninggalkan Fatimah.

Pecah tangis Fatimah, ia berlari mengejar lalu memegang lengan Brodin erat-erat. Pengunjung dan karyawan warung memperhatikan mereka.

Brodin menepiskan tangan Fatimah, tapi Fatimah memegangnya lebih erat lagi sambil menangis tersedu-sedu seolah takut kehilangan.

Hati Brodin luluh melihatnya. Lalu dituntunnya Fatimah kembali ke meja mereka. Setelah reda tangisnya, Fatimah berkata, "maafkan saya Mas."

"Kamu masih menyintai saya?" Tanya Brodin dibalas dengan anggukan Fatimah.

"Kenapa kamu tidak bertanya kepadaku lebih dulu sebelum bicara dengan orang lain?"

"Rasa percaya terhadap pasangan adalah modal utama untuk hidup bersama. Butuh kepercayaan untuk bisa saling menyinta. Kalau sudah hilang rasa percaya maka tidak perlu lagi hidup bersama." Lanjut Brodin.

"Maafkan saya Mas, saya cemburu dan gelap mata."

"Saya akan cerita jika emosimu sudah reda, sekarang kita berpisah dulu, lain kali kita bicara lagi." Kata Brodin sambil beranjak dari kursinya, meninggalkan Fatimah yang luruh dalam penyesalannya.

Dua hari kemudian, Fatimah menunggu di depan kantor Brodin. Brodin segera menemuinya lalu buru-buru mengajaknya pergi sebelum teman-teman kantornya melihat. Tapi terlambat, mereka sudah melihat Fatimah.

"Suit .. Suiit.. Kenalin dong .. " Kata Juned, teman sejawat Brodin.

Mau tidak mau, akhirnya Brodin mengenalkan Fatimah kepada teman-temannya. Sebelum teman-temannya menggoda lagi, segera Fatimah diajaknya pergi.

Kali ini mereka pergi ke warung soto Betawi Pasar Minggu. Sambil makan nasi goreng kambing, Brodin bertanya, "kenapa kamu mencari saya lagi?"

"Saya mau mendengar cerita tentang Anggraeni." Jawab Fatimah.

"Kamu percaya sama saya?"
Fatimah mengangguk, kemudian Brodin menceritakan secara detail tentang Anggraeni, tentang permintaan Sigit, tentang sakitnya dan kesanggupannya menjadi istri keduanya.

"Sejujurnya saya hanya berniat menolongnya saja."

"Kalau itu kamu anggap salah, saya akan menerimanya, bukan berarti saya tidak mencintaimu lagi, tapi saya menghargai perasaanmu." Lanjut Brodin.

Fatimah diam seribu bahasa, matanya berkaca-kaca menahan luapan perasaan.

"Saya sudah bercerita apa adanya, sekarang kamu yang berhak menentukan kelanjutan hubungan kita."

Fatimah terisak pelahan.
"Kalau kamu diam saja, saya anggap kamu sudah memutuskan hubungan kita. Seperti yang sudah kamu dan keluargamu lakukan, dua minggu lebih mendiamkan dan mengabaikan saya." Kata Brodin lalu melangkah ke kasir, membayar makanannya kemudian tanpa berpaling lagi, pergi.

Fatimah tersentak kaget, ia tidak menyangka akan ditinggalkan begitu saja. Dengan histeris dia berlari mengejar Brodin. Tapi Brodin sudah hilang dari pandangannya.

Fatimah menangis tersedu-sedu di pinggir jalan.

Beberapa langkah dibalik sebatang pohon, Brodin mengamatinya. Kekerasan hatinya luluh melihat tetes-tetes air mata berlinang di pipi gadis yang dicintainya. Dihampirinya lalu didekapnya gadis itu, maka tumpahlah semua air mata, tumpahlah semua kesedihan mengalir melewati dada Brodin.

"Maafkan saya Non, saya telah membuatmu sedih." Bisik Brodin ditelinga Fatimah.

"Kalau kamu tidak setuju Abang menikahi Anggraeni, baiklah, tapi kamu jangan bersedih lagi, jangan marah lagi. Bagaimana?"

Perlahan senyum Fatimah mengembang, matanya berbinar cerah, semangat hidupnya kembali menyala. Didekapnya lelaki di hadapannya seolah tak mau dilepaskan lagi. Diciumnya pipi Brodin dengan penuh kasih sayang lalu menggelayut manja.

"Ayo saya antarkan pulang, tidak baik dilihat orang." Kata Brodin.

"Jelaskan pada Nyak dan Babe tentang Anggraeni, kalau mereka sudah mengerti, Abang akan kembali ke Pasar Minggu." Lanjut Brodin.

Setelah mengantarkan Fatimah pulang, Brodin kembali ke kostnya di Mampang.

Di depan cermin ia menatap bayangannya, mencoba menakar apa kelebihan dan kekurangannya. Seberapa tampan dirinya, seberapa gagah dirinya sehingga gadis secantik Anggraeni harus sakit keras memikirkan dirinya.

Memang tampan, memang gagah ia, tapi apakah semudah itu membuat wanita bertekuk lutut memohon cintanya?

"Pasti ada sesuatu yang ganjil dibalik semua ini." Batin Brodin.

Teringat akan mimpinya, Brodin lalu mengeluarkan cincin pemberian Mbah Gondo. Cincin yang sama, yang dikenakan oleh raja Gandarwa dalam mimpinya.

"Apakah karena cincin ini Anggraeni jatuh cinta kepadaku? Jika benar, maka cincin ini juga bisa membuatnya melupakan diriku. Akan tetapi bagaimana cara menggunakannya?" Batin Brodin.

"Saya ingin Anggraeni melupakan diriku." Katanya sambil menggosok-gosok cincin itu, meniru cara lelaki di dalam mimpinya saat menyingkirkan gadis-gadis yang mengerubutinya.

Setelah berkali-kali mencoba, Brodin menyerahkan segalanya kepada Tuhan yang menguasai hati manusia, berharap akan dikabukan keinginannya.

Seminggu telah berlalu, Brodin bermain ke rumah Sigit.

"Bagaimana kabar Anggraeni?" Tanya Brodin.

"Alhamdulillah, sudah sembuh. Sekarang ia punya seorang pacar, kakak kelasnya di kampus." Jawab Sigit.

"Syukurlah, sekarang giliran Mas Sigit menolong saya."

"Apa yang bisa saya bantu?"

"Jelaskan pada keluarga Fatimah, tentang Anggraeni dan kondisinya sekarang."

"Baik, besok malam saya ke sana."

"Alhamdulillah .. Selesai masalahku." Batin Brodin.

Malam itu Brodin lelap dalam tidurnya. Diujung tidurnya, ia bermimpi bertemu dengan Mbah Gondo. Mbah Gondo cerita tentang cincin yang diberikan kepadanya.

Ternyata cincin itu adalah cincin pemikat yang dulunya milik seorang raja Gandarwa. Siapapun yang memakai cincin itu akan memiliki daya pikat yang kuat terhadap lawan jenisnya. Hanya dengan memegang tangan saja, seorang gadis akan jatuh cinta kepada pemakai cincin itu.

Rupanya cincin ini yang menjadi penyebabnya.

Cincin yang luar biasa. Sangat berbahaya jika hanya dipergunakan untuk mengumbar hawa nafsu belaka.

0 komentar:

Posting Komentar